Sebuah penghormatan terhadap para ikon terbesar dalam sejarah dunia musik populer Indonesia, oleh para rekan seperjuangan dan pengikut jejak. “Legenda” adalah kata yang sering diumbar saat membicarakan seseorang yang signifikan. Begitu seringnya kata tersebut digunakan, hingga rasanya siapa saja dapat dikatakan legenda. Konsep itu memang relatif, di mana tiap orang memiliki pemahaman dan interpretasinya sendiri tentang apa yang menjadikan seseorang lebih bermakna dan berprestasi dibanding rekan-rekannya yang bisa jadi tak kalah berjasa. Kalau kita bertanya kepada 100 orang tentang siapa yang layak disebut legenda, bisa jadi kita akan mendapat 100 jawaban yang berbeda-beda. Kini, kami akan mencoba menawarkan jawaban yang lebih pasti.
1. Koes PlusOleh Erwin Gutawa
Serapan yang dapat diteladani dari Koes Plus adalah produktivitas mereka. Sampai saat ini kalau tidak salah mereka telah menelurkan 93 album. Dari mulai 26 buah album penuh hingga puluhan lainnya dari mulai album pop, pop melayu, pop jawa, dangdut, hingga pop anak-anak. Koes Plus bagaikan mesin musik dengan produktivitas setinggi langit. Satu lagi, sampai saat ini mungkin hanya Koes Plus yang memiliki fans club di seluruh penjuru nusantara, tak sedikit pula yang terorganisir. Ini bukan karena tindakan manajemen band [seperti yang banyak dilakukan band zaman sekarang], melainkan dilakukan swakarsa para penggemar yang selalu mencintai Koes Plus. Seperti saya mencintai Koes Plus.
2. Iwan FalsOleh Bimbim Slank
Inspirasi dan sifat kritis Slank ber-asal dari Iwan Fals. God Bless boleh besar secara musikal dan band, tapi secara simpati, Iwan Fals lebih besar karena liriknya lebih membumi, sementara lirik God Bless lebih ke arah macho. Itu yang saya pelajari. Bahwa salah satunya, music is music, tapi akan jadi lebih bermakna kalau kita put something on it. Salah satunya dengan semangat, lirik, dan protes sosial. Dan saya juga mempelajari kondisi di luar. Musisi yang bertahan panjang itu biasanya musisi yang memberikan sesuatu di dalam musiknya, seperti Bob Marley, Bob Dylan, Sex Pistols. Mereka semua memuat fighting spirit. Di Indonesia, saya lihat itu ada pada Iwan Fals. Kita banyak melupakan itu. Anak band yang muda-muda di awal karier pasti punya banyak masalah. Hanya saja karena industri, semua orang menulis cinta, atau antinarkoba. Justru di Iwan Fals, saya jadi berkaca, bahwa tema untuk membuat lagu ternyata luas.
3. ChrisyeOleh Erros Djarot
Ada cerita menarik tentang lagu “Merpati Putih” yang saya ciptakan dan ia nyanyikan. Struktur lagunya memang pendek. Ia bilang, “Ros, lagunya cuma segini? Nggak- diulangi lagi?” Saya bilang, “Nggak perlu. Ini seperti makan singkong, sedikit tapi kenyang.” Chrisye sebenarnya ingin lagu itu lebih panjang lagi. Kemudian “Merepih Alam”. Itu pertama kalinya Chrisye menciptakan lagu sendiri. Setelah mendengar musik dasarnya, saya arahkan dan bentuk lagunya. Oleh karena itulah kredit lagu ditulis atas nama saya dan Chrisye. Setelah rampung, ia berkomentar membuat lagu itu ternyata gampang. Saya bilang, “Elo aja yang penakut, apalagi elo main musik jauh lebih bagus dari gue.” Menurut saya, kelemahan Chrisye adalah kurang dekat dengan peristiwa-peristiwa sosial. Ia juga kurang suka membaca. Tipikal lempeng-lempeng saja. Terkadang kalau kami ngobrol dan membahas politik, dia suka ketakutan duluan. Beda dengan Yockie yang sangat politis.
4. Benyamin S.Oleh David Naif
Saya pernah ke kuburannya sekali waktu, setelah memakamkan ayah Emil di kompleks kuburan yang sama. Makamnya tidak mewah, tidak seperti makam-makam legenda yang kita pikir. Dia harusnya dijadikan semacam pahlawan, orang khusus. Apalagi di Jakarta, harusnya dibuat monumen atau patungnya. Sudah pantas. Bisa dibilang tokoh Betawi paling penting, ya dia. Dia yang mengangkat budaya Betawi. Lagu Betawi banyak yang jadi luar biasa begitu dia bawakan, orang-orang jadi banyak mendengar lagu Betawi gara-gara Benyamin. Kalau orang bilang ada pengaruhnya terhadap musik Naif, mungkin secara tidak langsung ada, karena saya banyak mendengar dia. Jadi, apa yang saya dengar kadang-kadang masuk. Cuma, saya akui tak akan bisa membuat seperti dia. Mungkin ada orang dengan suara seperti dia, tapi belum tentu soul-nya bisa se-perti itu, untuk mengekspresikannya pasti beda. Saya ingin seperti dia, ekspresifnya tidak ada yang ditutupi.
5. Ismail MarzukiOleh Addie MS
Jika Anda perhatikan penggalan lirik, “Di sana tempat lahir beta/Dibuai dibesarkan bunda”, itu adalah kalimat yang sangat menyentuh. Tanpa dibungkus melodi, kalimat tersebut dapat membuat orang menangis, merindu, dan tersentuh. Hebatnya, lirik tersebut dibungkus de-ngan musik yang benar-benar pas dijadikan latar belakang penggambaran Indonesia. Lagu itu diakhiri dengan sebuah janji yang berbunyi, "Tempat berlindung di hari tua/Sampai akhir menutup mata”, dengan melodi yang juga sungguh kaya. Atau Anda dapat perhatikan baik-baik pada lagu “Rayuan Pulau Kelapa”, Ismail Marzuki dengan sangat tepat menggambarkan alam Indonesia yang tenang dan damai. Lirik "Tanah airku aman dan makmur/Pulau kelapa yang amat subur/Pulau melati pujaan bangsa/Memuja pulau nan indah permai/ Tanah Airku, Indonesiaku”, terde-ngar sederhana namun dapat merepresentasikan alam Indonesia yang sebenarnya.
6. SlankOleh Eross Candra
Saya adalah salah satu dari jutaan anak yang tumbuh dengan musik Slank di era awal ’90-an. Bagi saya, sebelumnya musik hanya sekadar bernyanyi dan bermimpi. Tapi saat mereka muncul, musik adalah suatu pilihan yang bisa menjadi gaya hidup dan inspirasi, pola pikir generasi ’90-an. Di segi musikalitas, Slank adalah band rock & roll yang bercita rasa Indonesia. Saya berani bertaruh, belum tentu musisi bule bisa membuat atau memainkan komposisi seperti mereka. Lirik cinta tidak perlu diragukan, lirik politik lebih mencerdaskan bangsa dibanding berita di TV yang banyak ditutup-tutupi kepalsuan zaman Orde Baru. Dan yang terunik bagi saya adalah lirik-lirik yang bercerita tentang suatu konsep yang menjadi GBHS ([aris Besar Haluan Slank] di masa kini. Saya tidak akan lupa bagaimana lagu “Pulau Biru” dan “Ge-nerasi Biru” menjadi lagu wajib lahir dan batin saya dan teman-teman.
7. Guruh Soekarno PutraOleh Sari White Shoes
Salah satu karyanya yang menurut saya menarik adalah “Surya Gemilang-”. Beberapa orang mungkin tidak ba-nyak tahu, ini termasuk soundtrack film nasional Ali Topan Anak Jalanan [1977], yang menuturkan kebahagian dan pengharap-an cerah. Simak dua bait awalnya: "Surya gemilang di ufuk pengharapan/Pagi cemerlang di kalbu dua insan/Sungai berliku bagai kehidupan/Dua remaja bermesraan/Lembah dan ngarai, gunung lautan bukan hambatan”. Sedang lagu pasang-annya yang dinyanyikan oleh Chrisye, "Kala Sang Surya Tenggelam", bertutur akan kelamnya pengharapan, “Surya tenggelam ditelan kabut kelam/Senja nan muram di hati remuk redam/Jalan berliku dalam kehidupan/Dua remaja kehilangan penawar rindu/Kasih pujaan menempuh cobaan”.
8. God BlessOleh Iman Putra Fattah
Saya yakin tidak ada satupun band Indonesia dari generasi '70-an yang masih exist dan berpenampilan layaknya rockstar muda selain God Bless. Bahkan di usia mereka yang menginjak 60-an, they still rock harder than most young bands in our generation. Saya ingat pertama kali menonton mere-ka live. Waktu itu saya duduk di depan amplifier, memandang ke arah ribuan penonton yang memadati ruang-an Balai Sidang [sekarang JCC]. Saya juga masih ingat bagaimana speaker amplifier berdengung- kencang di telinga saya dan emosi. Emosi yang saya rasakan setiap kali saya memegang gitar dan membunyikannya. Saat itu saya sadar bahwa God Bless mengajarkan saya arti dari kata “musik.”
9. Titiek PuspaOleh Makki Parikesit
Tidak banyak pendukung karier seorang artis pop di zaman Tante Titiek mulai berkarya. Belum terlalu banyak radio dan hanya satu stasiun televisi. Tidak ada infotainment untuk memamerkan muka sang artis, atau tabloid untuk menyebar gosip. Belum lagi struktur sosial di zaman itu yang tidak terlalu mendukung seorang wanita berkiprah terlalu ba-nyak di luar kapasitas tradisio-nalnya sebagai seorang homemaker. Bahwa Tante Titiek- mampu bertahan sebagai seorang artis pop untuk selama ini, tanpa meninggalkan kapasitas sebagai ibu dan istri berkata banyak tentang karakter Tante Titiek dan kedalaman talenta yang dimilikinya. Tidak ada selain karya dan personality yang kuat yang mampu membawa karier seperti yang dimiliki oleh Tante Titiek. Karya itulah yang menjadi legacy Tante Titiek di dalam sejarah dunia musik negeri ini.
10. BimboOleh Armand Maulana
Saya sering berpikir, apabila Bimbo tak pernah merilis album religi, mungkin saya masih akan tetap menggemari me-reka se-perti sekarang. Terus terang saya mendengar-kan materi-materi Bimbo yang bukan bernafaskan religi tetapi pop. Menurut saya musik mereka sangat easy listening. Dan hal yang juga membuat saya selalu salut adalah kenyataan bahwa Sam, Acil, Jaka, dan Iin Parlina adalah kakak beradik yang perbedaan umurnya tak jauh. Dalam stereotipe yang ada, kakak beradik pasti sering berselisih tapi tampaknya Bimbo merupakan kasus yang berbeda. Mereka merupakan keluarga kompak yang perpaduan suaranya sa-ngat ‘kawin’. Tak masalah mengenai religi atau bukan, berdasarkan musikalitas Bimbo adalah sebuah grup yang pantas mendapatkan tempat dan penghargaan di musik Indonesia.
11. Bing SlametOleh Remy Sylado
Sebagai penyanyi dengan suara bariton yang dipadankan dengan Bing Crosby, Bing Slamet tertempa lebih matang se-telah ia bergabung dalam susunan inti penyanyi Orkes Studio RRI Jakarta di bawah dirigen Sjaiful Bahri [orang ini menyeberang ke Malaysia karena alasan politik] serta pemusik-pemusik Indonesia yang menimba pengetahuan musik dari -ilmunya Belanda, misalnya Ismail -Marzuki dan Iskandar. Sementara kebolehan Bing dalam -melawak, sebagai komedian yang sejati, teruji melalui lomba yang diselenggarakan oleh majalah Ria di Gedung Kesenian -Jakarta, 29 Juli 1953. Di situ dia memenangkan juara utama dengan julukan “Bintang Pelawak.” Kala itu ia mengaku, bahwa bakat lawak baginya adalah suatu karunia yang telah mendarah daging.
12. Rhoma IramaOleh Emil Naif
Gila, orang ini musiknya sa-ngat gurih! Aransemennya oke, harmoni dan melodi lagunya enak. Dari sana, ada saja hal-hal baru yang saya dengar tentang dia. Dia pernah menjadi sampul majalah Newsweek, disebut Pahlawan Asia dan sebagainya. Saya pikir dia salah satu musik dangdut berkelas yang pernah ada di Indonesia. Dia sangat peduli dengan sound, aransemen, lirik dan tema. Saya rasa dia seorang superstar. Karyanya banyak; saya pernah baca dia main empat film di tahun ’76 saja. Dia punya recording label sendiri, -Yukawi yang kemudian berubah menjadi -Soneta Records.
13. Fariz RMOleh Otong Koil
Selain sound yang unik dan canggih, beliau juga membangun sistem lirik dan aransemen yang cukup aduhai. Fariz RM punya kebiasaan unik dalam mematahkan dan menyambungkan kosa kata dalam lirik. Mungkin beliau tidak sadar akan hal tersebut, mungkin juga hanya saya sendiri yang memikirkan hal tersebut. Menurut saya, hal inilah yang paling penting dan tidak dimiliki oleh satu orang pun di negara ini. Kemudian saya curi sistem tersebut dan saya bawa ke titik paling ekstrem untuk mengaransemen karya-karya musik saya sendiri. Maafkan saya, tukang jiplak, Oom. Hehehe. Saya tidak banyak mendengar kegiatan Fariz RM di era ‘90-an, walau sempat nonton beberapa konser beliau dan bertemu untuk minta tanda ta-ngan bersama kerumunan penggemar lainnya. Saya sempat merekam cover version “Astoria”, dan ingin menunjukkannya kepada beliau. Sayang, file-nya hilang.
14. GomblohOleh Piyu
Saya mendengar beberapa kisah hidupnya yang menjadi legenda dari orang-orang yang pernah dekat dan mengenal beliau seperti cerita berikut ini. Pernah dia membayar seorang perempuan pekerja seks komersial [PSK] untuk hanya duduk di dalam studio, memandanginya sambil memainkan gitar untuk mencari inspirasi. Mungkin itu yang tertuang dalam lagu "Doa Seorang Pelacur" [saya kurang tahu persis], ka-rena lagu ini memotret sistem atau jebakan terhadap para pelacur yang membuat mereka tidak mampu keluar dari jaring laba-laba sistem pelacuran. Lalu ada juga lagu yang tercipta dari pengamat-annya selama satu jam [pukul dua sampai tiga pagi] terhadap seorang ibu bersama anaknya yang menggelandang di trotoar, dalam lagu yang berjudul "3600 Detik".
15. Ebiet G. AdeOleh Jimi The Upstairs
Ketika mendengarkan kembali album Camelia I, saya tercengang. Gila. Ternyata sejak kecil saya terbiasa mendengarkan album sehebat ini. Puisi dan lagu Ebiet bertambah dahsyat dengan kemasan musik Billy J Budiarjo. "Lelaki Ilham Dari Surga" adalah nomor terbaik di album ini. Lagu yang bernuansa religius, dengan lirik jenius. Dalam suasana-suasana tertentu, lagu ini dapat membuat saya terharu mendalam. Untuk yang bernuansa cinta, "Episode Cinta yang Hilang" adalah pilihan saya. Billy J Budiarjo bermain gitar dengan apik di sana. "Kapankah akan kudengar lagi/Nyanyian angin dan -denting gitarmu", langsung disambut dengan sekelebatan gitar. Itu adalah sebagian kecil part yang menggoda. Walau tak dipungkiri, "Lagu Untuk Sebuah Nama" adalah pembenaran ketika kita jadi pecundang. Dan "Camelia", waaah, Dodo Zakaria membuat lagu ini jadi semakin megah. Ketika kecil saya tidak merasakan semuanya sejauh ini. Yah, lebih baik terlambat menyadarinya daripada tidak sama sekali.
16. GesangOleh Pongki Jikustik
Sosok Gesang adalah sosok yang sa-ngat identik dengan orang Jawa: rendah hati dan kalem. Empat atau lima tahun yang lalu, saya pernah berada di satu acara bersama beliau di mana ia menyanyi “Bengawan Solo” untuk salah satu stasiun televisi swasta. Pada saat itu suaranya memang sudah tidak terdengar seperti penyanyi, namun saya maklum karena itu pasti akibat faktor usia. Saya tidak sempat berbincang dengannya, saya hanya bisa melihatnya dari jauh. Namun dari situ saya menangkap kesederhanaan dan keramahan yang dipancarkan olehnya. Beliau datang dengan memakai baju batik, tidak banyak bicara, sangat low profile. Kondisinya saat itu sangat sehat dan masih bisa menyanyi. Yang saya tahu, sekarang ini keadaan Gesang secara fisik boleh dibilang masih sangat hebat. Untuk usia seuzur beliau, fisiknya masih bagus sekali. Ini pasti orang di atas rata-rata.
17. Harry RoesliOleh Fariz RM
Harry Roesli adalah tokoh penting bagi karier bermusik saya. Kalau Chrisye menyadarkan saya akan sikap profesionalitas, Yockie Suryoprayogo dalam musikalitas dan Eros Djarot mempenga-ruhi cara berpikir saya, Harry Roesli adalah satu–satunya pemusik pribumi yang saya kagumi prinsipnya. Sebagai pribadi, Kang Harry adalah contoh yang seharusnya menjadi pembelajaran bagi generasi musik muda nasional dalam hal mencintai musik dan bagaimana seha-rusnya pemusik memiliki kepercayaan atas hasil kreativitasnya sendiri. Seingat saya, Kang Harry tidak mau kompromi jika sudah bicara soal apa yang ada di isi kepalanya. Kalau ditegur soal kebiasaannya merokok, si Akang selalu menyahut, "Sambung menyambung menjadi satu".
18. Jack LesmanaOleh Indra Lesmana
Kontribusi utama yang telah ayah berikan adalah upaya dan kegigihannya dalam mengenalkan musik jazz. Segenap aktivitasnya menjadi terobosan, perubahan dan pengaruh baru bagi perkembangan musik di Indonesia. Ayah mendirikan grup “Indonesian All Stars” bersama Bubi Chen, alm. Yopie Chen, alm. Maryono dan Benny Mustafa. Formasi ini berhasil membuka mata dunia akan kemajuan musik jazz di Indonesia. Penampilan me-reka di Berlin Jazz Festival pada tahun 1967 dan membuat album rekaman kolaborasi bersama pemain clarinet jazz dunia, Tony Scott, adalah salah satu masterpiece yang membanggakan. Prestasi yang mereka berikan menjadi bibit dari hubungan baik program seni budaya Indonesia dengan beberapa negara luar, khususnya dalam mendatangkan beberapa musisi jazz dari mancanegara.
19. Ahmad AlbarOleh Ian Antono
Saya mengagumi karisma Achmad Albar. Hal itu tidak bisa dibentuk karena sifatnya sangat alamiah. Ketika di atas panggung, ia memiliki wibawa yang berbeda dengan siapa pun. Seperti halnya kita menyaksikan aksi panggung Mick Jagger, walau diam saja di atas panggung, orang tetap antusias melihatnya. Kira-kira seperti itulah seorang Achmad Albar.
Selain penuh wibawa, ia juga sangat tenang saat berada di atas panggung. Terkadang kalau saya menyanyi di depan mike dan ia ada di samping saya, suaranya bisa lebih keras daripada saya. Jika terjadi keributan di antara penonton, de-ngan suaranya yang keras itu ia berteriak mene-ngahi. Teriakan panitia atau polisi selalu gagal, tapi suara Achmad Albar membuat mereka langsung berhenti.
20. The RolliesOleh Benny Soebardja
Sebenarnya jauh sebelum The -Rollies berdiri, saya sudah pernah bermain musik bareng dengan Gito di band pelajar saya sebagai siswa SMAN 5 Bandung, sementara Gito di SMAN 2 Bandung. Menilik musikalitas mere-ka, bagi saya The Rollies telah berhasil memberikan kontribusi positif bagi perkembangan musik pop di Indonesia. Mereka menambahkan unsur alat musik tiup atau brass section. Menurut saya sampai sekarang belum pernah ada lagi band seperti Rollies, dalam arti grup yang siap untuk mengetengahkan konsep bermusik sendiri tanpa harus meng-ikuti selera pasar. Sebuah penyikap-an yang sangat jarang ditemukan di industri musik arus utama, terlebih pada zaman musik sekarang. The Rollies di samping berhasil mengekspresikan musik Indonesia, beberapa personelnya, terutama Gito dan Deddy, sungguh pandai bermasyarakat dan bergaul dengan semua lapisan.
21. Erros DjarotOleh Yockie Suryoprayogo
Selama Erros terjun ke politik, sebagai seniman saya merasa sangat “dirugikan”. Tentu yang berhubungan kerjasama musikal saya dengan dia, selalu tidak tuntas, karena kepentingan di wilayah kesenian berbeda dengan wilayah politik. Kesenian berbicara dengan rasa, etika, moralitas sementara politik berbicara dengan kepentingan demi kekuasaan. Saya selalu gamang untuk menyeret dia, ke wilayah kesenian atau wilayah politik? Erros pun sepertinya bingung menempatkan dirinya sebagai seniman atau politikus. Pada akhirnya saya menyadari skala prioritas Erros. Sebagai musisi, domain saya ada di musik hingga skala prioritas pertama adalah musik sementara Erros selama puluhan tahun domainnya politik. Otomatis skala prioritasnya adalah politik. Saya kini memahaminya dan tidak berharap banyak. Sebagai teman baik, saya hanya kangen sebuah karya atau konsep dari Erros Djarot- yang bisa menjadi karya utuh se-perti album Badai Pasti Berlalu, film Cut Nyak Dhien atau Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan [PDIP] yang ikut ia desain bersama Megawati Soekarnoputri.
22. Yockie SuryoprayogoOleh Ade Paloh
Yockie membuktikan bahwa ia adalah agen anak muda zamannya, menjungkirbalikkan tren lama musik pop Indonesia yang ‘cengeng’ dan ‘hipermelankolis’ dengan sempurna. Ia juga yang meyakinkan Chrisye — yang pada saat itu lebih dikenal sebagai pemain gitar bas — untuk bernyanyi lagu klasik “Lilin-Lilin Kecil” hingga menerbangkan Chrisye ke singgasana kerajaan vokal teratas negeri ini. Yockie yang handal pada synthesizer, tidak tinggal diam dalam kesenggangan ke-suksesan. Bosan dengan gaya ‘jalanan,’ ia berusaha memadukannya dengan sesuatu yang lebih ‘sekolahan’. Ia yang pada saat itu belum mahir menulis notasi partitur, belajar kilat dengan maestro terkemuka Idris Sardi yang terkenal galak dan regimental, untuk menghasilkan masterpiece Musik Saya Adalah Saya. Imbuhan orkestra fundamental digunakan sebagai pengganti suara synthesizer untuk membuat aransemen repertoire pop ‘Indonesiana’ hasil karya dia dan para kompatriotnya, menjadi prese-den baru untuk khazanah musik Indonesia akhir ’70-an hingga awal ’80-an.
23. Dewa19Oleh Giring Nidji
Dhani pernah cerita waktu memakai lambang Tuhan di Laskar Cinta, ada orang fanatik mendatangi Dhani dan ngomong, “Ini lambang Tuhan!” Dhani cuma ngomong ke temannya, “Oh, begini susahnya jadi John Lennon.” Gila! Mungkin dia banyak menulis cinta ka-rena ha-tinya percaya bahwa cinta bisa mengubah segalanya. Mungkin cara menga-takannya berbeda. Kadang-kadang orang menganggapnya terlalu arogan. Tapi kalau kita mengenalnya lebih dekat, he’s a very cool dude. Saat Nidji era album pertama, kami selalu takjub ketika bertemu dengan musisi-musisi senior, selalu ingin tahu lebih dekat. Ada yang pernah wanti-wanti ke saya, “Kalau de-ngan Dhani, siap-siap sakit hati.” Tapi tidak seperti itu yang saya alami bersama Nidji. Yang membuat saya tertawa, waktu saya salaman, dia ngomong, “Lo salaman mulu.” Ya sudah.
24. Ahmad DhaniOleh Ahmad Dhani
Saya beruntung sampai saat ini saya dianugerahi oleh Allah SWT seabreg selera musik yang beraneka ragam, se-hingga saya menikmati karya Sergei Rach-maninoff atau juga Maurice Ravel, akibat bergaul dengan pemain orkestra saat rekaman string untuk album-album Dewa19. Saya juga tidak tahu kenapa saya menggemari musik R&B, mungkin mencari format musik fusion yang memudar di era ’90-an, maka saya menggemari TLC dan Faith Evans. Saya beruntung bisa alat musik kibor dan gitar sehingga memudahkan saya memahami musik Steve Vai sekaligus musik elektronik Chemical Brothers. Karena saya mengerti gitar, maka saya mengagumi- dan mengadopsi The Edge dan Brian May. Dan setelah saya lakukan riset lagi, memang musisi yang menguasai gitar dan kibor akan menghasilkan karya yang lebih beraneka ragam ketimbang musisi yang hanya menguasai satu alat musik. Dan keberuntungan saya yang terbesar adalah selalu mendapatkan kebetulan dalam memproduksi album. Kebetulan dapat nada-nada bagus. Kebetulan dapat lirik-lirik komersial. Kebetulan dapat sound-sound bagus. Kebetulan dapat ide bagus buat aransemennya. Kebetulan ada yang beli kaset/CD-nya. Kebetulan ada yang mengaktivasi RBT-nya. Kebetulan ada 'kebetulan' yang lainnya.
25. Indra LesmanaOleh EQ Humania
Dalam sekilas pandang, memang sosok Indra Lesmana sudah mendapat apresiasi yang besar dari Indonesia. Namun menilik kualitas Indra Lesmana sebagai manusia dan musisi, khususnya sebagai musisi jazz, ia bisa lebih maksimal dan go all the way. Saya ada di sana ketika dalam sebuah titik di hidupnya, Indra Lesmana memutuskan untuk hidup di Indonesia. Saya juga sering berbincang de-ngannya, bahwa sebenarnya Indonesia membutuhkan orang-orang seperti dia. Bagi saya Indra Lesmana sudah mencapai titik yang tinggi dalam hal pencapaian seorang musisi. Namun saya juga menyadari bahwa dengan kemampuannya, ia akan lebih bersinar bila ada di luar negeri, di mana ia akan kerap dikelilingi oleh orang-orang yang berlevel sama [tanpa bermaksud merendahkan orang-orang yang ada di Indonesia tentunya]. Namun pada ak-hirnya ia sadar bahwa ia memiliki semacam tanggung jawab moral, atau bisa dikatakan peran, yang harus ia jalankan di sini.