Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Jumat, 13 Februari 2009

Karsa Habiskan Rp 1,3 Triliun, Kaji Rp 7,1 Miliar. Aturan Pilgub Direvisi

Gubernur Jawa Timur Soekarwo (kanan) bersama Wakil Gubernur Saifullah Yusuf (kedua dari kiri) beramah tamah seusai acara pelantikan di Gedung DPRD Jawa Timur, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (12/2). Dalam pelantikan tersebut Khofifah Indar Parawansa dan Mujiono, yang merupakan pesaing terkuat dalam pemilihan gubernur, tidak hadir.

[SURABAYA] Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Mardiyanto menegaskan, akan merevisi sistem pemilihan gubernur (pilgub) di Indonesia. Revisi dimaksud bertujuan agar pilgub dapat terselenggara dalam waktu yang lebih singkat, murah, dan tanpa mencederai prinsip-prinsip demokrasi.

Hal tersebut ditegaskan Mendagri, seusai melantik dan mengambil sumpah Soekarwo dan Saifullah Yusuf, sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur periode 2009-2014, di Gedung DPRD Jawa Timur, di Surabaya, Kamis (12/2) pagi.

Hadir dalam pelantikan tersebut sejumlah menteri Kabinet Indonesia Bersatu dan pejabat tinggi negara, di antaranya Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa, Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo, Menteri Pertanian Anton Apriantono, Menteri Kehutanan MS Kaban, Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, Menteri Komunikasi dan Informatika M Nuh, Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault, Ketua DPR Agung Laksono, Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad, serta mantan Ketua DPR Akbar Tandjung.

Mardiyanto menambahkan, pihaknya telah berkomunikasi dengan berbagai pihak seputar penyederhanaan sistem pilgub tersebut. "Ada kemungkinan mekanisme pilgub akan dibedakan dengan pemilihan bupati atau wali kota," jelasnya.

Namun, dia tidak memaparkan revisi yang akan dimaksud. Hanya disinggung, bahwa prinsip demokrasi dapat terus berjalan, meskipun penyaluran suara lewat lembaga perwakilan rakyat atau DPRD. "Kalau pemilihan langsung, risikonya seperti di Jatim ini, waktunya panjang dan memakan biaya yang besar. Praktik demokrasi seperti ini bisa menyebabkan masyarakat alergi terhadap demokrasi," katanya.

Penegasan Mendagri tersebut terkait dengan proses pilgub Jatim yang memakan waktu hingga enam bulan, yakni mulai Juli 2008 hingga Januari 2009, karena memerlukan 3 kali pemungutan suara dan satu kali penghitungan ulang. Selain itu, pemilihan kali ini juga menghabiskan dana yang cukup besar.

Sejumlah sumber menyebutkan, pilgub Jatim menelan dana tak kurang Rp 5 triliun. Jumlah itu terdiri dari biaya penyelenggaraan oleh Komisi Pemilihan Umum Jatim yang mencapai Rp 842 miliar, ditambah biaya kampanye pemenang pilgub, yakni pasangan "Karsa" (Soekarwo-Saifullah Yusuf) yang diperkirakan mencapai Rp 1,3 triliun, ditambah biaya kampanye empat pasangan lainnya.


Lewat DPRD

Pernyataan Mendagri tersebut dikuatkan Juru Bicara Departemen Dalam Negeri, Saut Situmorang, Kamis pagi, mengenai perlunya penyempurnaan UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, terutama yang berkaitan dengan pemilihan kepala daerah secara langsung. Hal itu mengingat sejumlah pemilihan kepala daerah menelan biaya sangat mahal.

Gagasan penyempurnaan aturan tersebut sebenarnya sudah ada, bahkan dua hari lalu saat rapat kerja dengan DPR, Mendagri Mardiyanto mengemukakan usulan penyempurnaannya.

Terkait dengan pilkada, Saut menjelaskan bahwa dalam konstitusi disebut pemilihan gubernur dan bupati/walikota dilakukan dilakukan secara demokratis. Dalam hal ini, menurutnya, demokratis bisa berarti demokrasi langsung atau demokrasi perwakilan, seperti melalui DPR. Untuk itu pemerintah akan mendengar masukan dari berbagai kalangan masyarakat tentang kemungkinan tersebut.


Sebelumnya, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Muladi pernah mengusulkan agar pilkada dilakukan oleh DPRD.

Sementara itu, Ketua DPRD Jatim, Fathorrasjid yang memimpin sidang paripurna menyatakan hal yang sama. Secara berkelakar dia menyatakan pilgub Jatim layak masuk Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI), karena termasuk yang terlama dan termahal dengan biaya APBD Rp 842 miliar.


Penyelesaian Lapindo

Menanggapi pelantikan Gubernur Jatim, anggota Komisi I DPR, Effendy Choirie berharap pasangan Karsa harus menuntaskan masalah lumpur Lapindo yang telah menyengsarakan kehidupan rakyat. "Kalau kedua pasangan tak bisa menuntaskan kasus Lapindo, itu akan menjadi salah satu indikator ketidaksuksesan mereka," kata Effendy, yang turut hadir dalam pelantikan.

Menurutnya, penuntasan kasus Lapindo harus menjadi prioritas pasangan Karsa. Masalah yang mendesak, antara lain terkait ganti rugi tanah, pembangunan infrastruktur jalan baru di lokasi pemukiman masyarakat korban, serta melancarkan kembali kemacetan yang terjadi di sekitar lokasi Lapindo.

Hal senada diungkapkan pengamat politik Universitas Muhammadiyah Malang, M Mashud Said, yang mengingatkan agar gubernur dan wagub yang baru dilantik mampu menyelesaikan masalah yang dialami korban lumpur Lapindo. "Mulai dari sisa pembayaran 80 persen jual beli tanah milik warga dengan pemilik Lapindo, serta menyelesaikan jalur tol Porong-Gempol yang sangat penting bagi perkembangan perekonomian Jawa Timur secara umum. [080/A-21/J-11/070]


sumber: http://www.suarapembaruan.com/index.php?modul=news&detail=true&id=4625

Tidak ada komentar: