Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selasa, 20 Januari 2009

Forecast Ekonomi Indonesia 2009

Resesi yang bermula di US dengan masalah pada subprime mortgage Agustus 2008. Kasus subprime mortgage ini menimbulkan efek domino yang meluas, di mana stock price berguguran, bursa2 dunia ikut terseret, bahkan perusahaan keuangan global sekelas Lehman Brothers satu per satu juga rontok.

Berdasrkan business week, diperkirakan kekayaan orang US saja yang hilang mencapai US $ 10 T, dan jumlah itu setara dengan Rp. 105.000 T atau 100x nya APBN Indonesia. Hal ini belum menghitung hilangnya kekayaan di berbagai benua lainnya. Di indonesia, kekayaan para pemian bursa menyusut hampir separuhnya, banyak yang mengalami kerugian.

Krisis ini juga menghantam sektor riil. Perusahaan raksasa otomotif US ikut kena imbasnya. Resesi inipun menyebar secepat dampak krisis finansialnya. Beragam upaya untuk mengerem laju dampak buruk ini terus gencar, namun masih juga belum menunjukkan hasil signifikan. Bailout terus digelontorkan hingga ratusan miliar dolar oelh berbagai negara. US pun sebagai sumber krisis juga telah mengucurkan US $ 700 M. Tapi para ekonom pesimis krisis ini akan berakhir cepat. Menurut Stephen Roach (kepala ekonom morgan stanley asia di jakarta) mengatakan paling cepat pemulihan baru terasa pada tahun 2010.

Krisis US tersebut berdampak global dan akhirnya juga berdampak pada negeri kita Indonesia, dimana perekonomian Indonesia melambat. Tingkat pengangguran semakin melonjak sehubungan dengan sector manufaktur yang ikut terpukul juga.

Apabila kita tarik mundur di mana terjadi krismon tahun 1998 yang mendera negara-negara asia termasuk Indonesia, krisis keuangan kali ini jauh lebih parah dan besaar. Krisis kali ini membuat perekonomian global meltdown menuju jurang resesi, sesuram great depression tahun 1930. Menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, risiko perlambatan ekonomi tak bisa dihindari, dampaknya diprediksi akan cukup dalam pada semester I tahun 2009 ini. Penyebabnya, faktor pendorong pertumbuhan (ekspor dan investasi) terpukul. The most severe impact memang sektor riil, di mana lesunya permintaan global akan membuat industri berbasis ekpor seperti kerajinan-meubel-tekstil akan merosot tajam.

Sektor moneter juga berisiko pada tahun 2009 ini. Cadangan devisa kita sudah melorot. Sepanjang 2008 Rp telah terdepresiasi +/- 16% dari semula 9.395/dolar menjadi 11.100/dolar. Terus melemahnya Rp dapat memicu inflasi yang makin tinggi. Namun d tengah2 threat tersebut, masi ada secercah harapan. Sektor energi, pangan, dan juga infrastruktur dinilai masih menjanjikan dan memeberikan opportunity. Bank Indonesia, selaku bank central membuat kebijakan2 breakthrough dengan menurunkan suku bunga acuan. Suku bunga BI rate diturunkan sebesar 50 basis poin menjadi 8,75%. Keputusan penurunan BI rate ini diambil setelah melihat kondisi keseluruhan ekonomi moneter dan prospek perekonomian 2009.

Beberapa sektor dinilai masih berpotensi bertahan bahkan tumbuh, yaitu sektor usaha kecil dan menengah. Sektor energi terutama batubara dan gas, tetap berpotensi bangkit kendati tahun lalu harga cenderung menurun. Sektor pangan dan infrastruktur juga masih berpotensi pada tahun 2009 ini. Sektor energi, pangan dan infrastruktur masih memberikan harapan karena 3 sektor ini mempunyai pangsa pasar yang besar, ketiganya ini akan menjadi pilar-pilar penting.

Prediksi Pertumbuhan Versi Pemerintah Indonesia
Perkebunan = 2,5%
Kehutanan = -2,5%
Pertambangan migas = 2,5%
Industri nonmigas = 2,0%
Listrik, gas, dan air minum = 6,5%
Bangunan = 5,0%
Perdagangan = 6,5%
Telekomunikasi = 10,0%
Keuangan = 5,0%

Tujuh Agenda Ekonomi Prioritas 2009
1. Membatasi pengangguran baru akibat resesi di dunia
2. Mengelola inflasi oada batas tertentu
3. Menjaga sekuat tenaga gerak sektor riil dengan sejumlah kebijakan, termasuk insentif fiskal
4. Mempertahankan daya beli masyarakat
5. Melindungi masyarakat miskin dengan penyaluran bantuan langsung tunai dan lain2
6. Memelihra kecukupan pangan dan energi
7. Menjaga momentum pertumbuhan di atas 4,5%


Sumber: TEMPO, edisi 12, 18 Januari 2009

Tidak ada komentar: